Penyengat, Tanjung Pinang - Riau Islands #Indonesia


21 April 2012, tiba-tiba saya mendapat penugasan dari tempat kerja untuk menemani seorang pejabat kementerian yang berencana menghadiri undangan bimbingan teknis serta sosialisasi dari Pemda Provinsi Kepulau Riau terkait salah satu pekerjaan berskala nasional. Seperti biasa ketika kerap ditugaskan dengan salah seorang pejabat dari kementerian, paling tidak saya sudah paham dengan apa yang menjadi tugas serta tanggung jawab itu. Biasanya, saya diminta untuk memberikan bimbingan yang lebih bersifat teknis secara spesifik, sementara tugas pejabat tersebut lebih kearah sosialisasi serta koordinasi dengan Pemda setempat. Dan dari setiap penugasan kerja yang diberikan, penugasan seperti inilah yang membuat saya senang. Karena pejabat yang ditemani tersebut biasanya bergolongan tinggi, dimana fasilitas dinas yang mereka miliki, seperti penginapan, transportasi, dll, pun biasanya berada di rate menengah-atas. Hal itu secara tidak langsung berlaku juga bagi orang yang menemaninya, yaitu saya, yang juga mendapatkan fasilitas yang cukup nyaman ketika pergi berdinas bersama mereka. Sekali lagi, lumayan rezeki anak sholeh...lol.

Keesokan hari, tepat tanggal 22 April 2012, saya terbang dari Soekarno-Hatta menuju Bandara Raja Haji Fisabilillah. Penerbangan pagi dari Jakarta, menjadi pilihan kala itu. Meskipun setiba disana bisa dipastikan hari masih pagi juga dan belum bisa menempati penginapan karena belum masuk jam check in di hotel tersebut, justru memang itulah yang diharapkan. Karena dengan begitu saya punya waktu yang leluasa sehari penuh untuk berjalan-jalan terlebih dahulu di Kota Tanjung Pinang, karena kami baru akan mulai bekerja di keesokan harinya.

Sebenarnya berjalan-jalan ke Pulau Penyengat ini tidak pernah direncanakan sebelumnya. Setiba di Tanjung Pinang, saya langsung teringat teman kost semasa kuliah dulu yang berasal dari sini. Untuk kemudian mencoba menghubunginya dengan tujuan awal silaturahmi karena memang lama sudah kami tak berjumpa. Setelah janjian dan bertemu, tiba-tiba saja sahabat saya itu berinisiatif untuk mengajak kami ke Pulau Penyengat. Maka tanpa berpikir panjang lagi, saya pun menyanggupinya.

Menurut cerita, pulau ini sudah lama dikenal oleh para pelaut sejak berabad-abad yang lalu karena menjadi tempat persinggahan untuk mengambil air tawar yang cukup banyak tersedia di pulau ini. Belum terdapat catatan tertulis tentang asal mula nama pulau ini. Namun, dari cerita rakyat setempat, nama ini berasal dari nama hewan sebangsa serangga yang mempunyai sengat. Menurut cerita tersebut, ada para pelaut yang melanggar pantang-larang ketika mengambil air, maka mereka diserang oleh ratusan serangga berbisa. Binatang ini yang kemudian dipanggil Penyengat dan pulau tersebut dipanggil dengan Pulau Penyengat. Pulau Penyengat merupakan pulau yang bersejarah dan memiliki kedudukan yang penting dalam peristiwan jatuh bangunnya Imperium Melayu, yang sebelumnya terdiri dari wilayah Kesultanan Johor, Pahang, Siak dan Lingga, khususnya di bagian selatan dari Semenanjung Melayu. Peran penting tersebut berlangsung selama 120 tahun, sejak berdirinya Kerajaan Riau di tahun 1722, sampai akhirnya diambil alih sepenuhnya oleh Belanda pada tahun 1911.

Dari kota Tanjungpinang, Pulau Penyengat bisa dijangkau dengan menumpangi perahu bermotor. Perjalanan menyeberangi laut Penyengat itu memakan waktu sekitar 10 hingga 15 menit. Ongkos menyeberangnya cukup terjangkau, Rp 7.000 per orang. Setibanya di dermaga Pulau Penyengat, kita akan disambut dengan nyanyian melayu diiringi tabuhan rebana. Kami berjalan sekitar 200 meter hingga sampai ke gerbang pulau. Dari sana kami sepakat untuk berkeliling Pulau Penyengat dengan berjalan kaki.

Just pose...
Mesjid Raya Sultan Riau
Destinasi pertama yang bisa dengan mudah kita temui disini yaitu Mesjid Raya Sultan Riau, karena lokasinya yang memang tidak jauh dari gerbang pulau. Arsitektur bangunannya tampak megah di luar dan punya halaman yang sangat luas. Warna kuning dengan aksen hijau mendominasi struktur bangunan ini. Meski terlihat megah dari luar, namun interior masjid cukup sederhana. Di tengah ruangan, ada tiga lampu kristal yang menggantung. Selain itu, dipamerkan juga Al Quran Tulis Tangan yang dibuat oleh Abdurrahman Stambul, seorang penduduk Pulau Penyengat yang dikirim oleh Kerajaan Lingga ke Mesir untuk memperdalam ilmu Agama Islam. Masjid ini awalnya dibangun oleh Sultan Mahmud pada tahun 1803. Kemudian pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman, tahun 1832 masjid ini direnovasi dalam bentuk yang terlihat saat ini. Di sisi kiri dan kanan bagian depan masjid terdapat bangunan tambahan yang disebut dengan Rumah Sotoh (tempat pertemuan). Menurut sejarahnya, konon masjid ini dibangun dengan menggunakan campuran putih telur.

Obat Bedil...
Gedung Mesiu
Selanjutnya adalah Gedung Mesiu, yang ketika pertama kali melihat papan nama dari gedung ini, saya sedikit tersenyum karena melihat tulisan unik "Tempat Penyimpanan Obat Bedil". Gedung ini merupakan bangunan berdinding tebal dan berwarna kuning dengan ornamen hijau seperti halnya Mesjid Raya Sultan Riau, ada kubah bertingkat di atasnya. Pondasinya cukup kuat, memiliki ketebalan dinding mencapai ukuran kurang lebih sekitar 40 cm, selain itu, jendela pada gedung mesiu ini juga dilengkapi dengan jeruji besi. Maka tak heran jika gedung ini juga pernah menjadi penjara di masa kerajaan. Konon, ada empat gedung serupa yang terdapat di Pulau Penyengat. Suasana di sekitar gedung mesiu terasa cukup asri karena di sekeliling gedung terdapat pepohonan rindang. Sehingga tempat bersejarah ini terasa teduh meskipun kita kunjungi di siang hari. Pada tahun 2002 sempat terjadi pemugaran gedung mesiu oleh pemerintah provinsi Kepulauan Riau. Pemugaran dilakukan dengan mengecat ulang gedung mesiu dengan warna kuning khas melayu.

The grave... 
Komplek Makam Raja Abdurrahman
Tak jauh dari Gedung Mesiu, terdapat komplek makam Yang Dipertuan Muda Riau VII Raja Abdurrahman. Lokasinya terletak di atas bukit dan di belakang Mesjid Raya Pulau Penyengat, sehingga terlihat pemandangan perbukitan yang cukup menyegarkan mata. Makam raja terletak di depan pintu gerbang. Di komplek ini, terdapat sekitar 50 makam lain yang terdiri dari anggota keluarga hingga penasihat kerajaan selama dia berjaya. Jenis kelamin orang yang dimakamkan di sini dibedakan dari bentuk batu nisannya, kalau yang bulat itu untuk laki-laki, sementara yang pipih itu perempuan. Menurut riwayat sejarah, Raja Abdurrahman memiliki andil besar dalam pembangunan masjid Raya Pulau Penyengat. Pada masa pemerintahan Raja Abdurrahman, sempat terjadi kekacauan yang diakibatkan oleh bajak laut serta dari Inggris. Namun meskipun demikian, Raja Abdurrahman mendapatkan Marhum Kampung Bulang di akhir usianya pada tahun 1843.




Share on Google Plus

About Adang Sutrisna

An ordinary husband and father who was born at eastern small town of West Java. Working for the State Owned Company in Indonesia, loving outdoors activity and adventure addict. Part time wanderer with amateur experience, but full time dreamer with no limit to break the horizon as the destination...