Muara Kuin, Banjarmasin - South Borneo #Indonesia



Banjarmasin sebagai ibukota Kalimantan Selatan memang terkenal sebagai kota seribu sungai. Tidak heran pasar terapung merupakan ikon wisata yang sangat terkenal dan tidak pernah bisa lepas dari Kalimantan Selatan. Di Kalimantan Sendiri terdapat 2 pasar terapung yang cukup terkenal yang melewati dua jalur sungai, yaitu Pasar Muara Kuin yang berada di sepanjang jalur Sungai Barito dan pasar ini yang paling tua usianya sebab sudah ada sejak masih ada Kerajaan Banjar. Pasar Muara Kuin berada di wilayah Kelurahan Alalak Selatan, Kecamatan Banjarmasin Utara, Banjarmasin. Sedangkan pasar terapung lainnya adalah Pasar Terapung Lok Baintan yang berada di jalur Sungai Martapura dan masuk ke wilayah Kabupaten Banjar.

Masih ingat dengan iklan legendaris sebuah stasiun televisi swasta yang menampilkan seorang nenek yang mengacungkan jempol sembari berjualan di sebuah pasar terapung?, jika kita sering menonton televisi pada era 90-an, maka saya yakin semua pasti ingat tentang iklan itu, dan di Pasar Terapung Muara Kuin inilah yang menjadi latar dimana tayangan tersebut diambil. 

Pada tahun 1526, Kerajaan Banjar berdiri di wilayah dekat Sungai Kuin dan Barito. Pada zaman itu, kedua sungai menjadi pusat perdagangan karena letaknya dekat dengan beberapa desa sehingga dibuatlah sebuah pasar terapung agar warga dapat menjual dan membeli hasil pertanian. Pasar yang digelar di sungai itu pun dinamakan Pasar Terapung Muara Kuin. Itulah mengapa pasar ini merupakan pasar terapung tertua yang ada di Indonesia, karena hampir sekitar 5 abad lamanya, pasar terapung ini masih tetap berdiri di tengah modernisasi yang kian gencar menyerang negeri ini.

Kesempatan menyusuri pasar terapung legendaris ini saya alami sekitar tanggal 15 Agustus 2012, di hari-hari terakhir menjelang kepulangan menuju Jakarta, setelah kurang lebih 8 hari bertugas untuk melakukan road show dari kota ke kota yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan. Setelah satu hari sebelumnya mengistirahatkan badan yang sudah barang tentu kelelahan, selesai menikmati santap sahur (karena kebetulan waktu itu adalah Bulan Ramadhan), pagi dini hari itu saya memutuskan untuk berjalan-jalan ke Pasar Terapung Muara Kuin. 

Setelah mendapat informasi yang cukup banyak mengenai keberadaan Pasar Terapung Muara Kuin, pagi itu saya diantar oleh motor Pak Satpam yang bertugas di penginapan. Selain arah pasar tersebut sejalan dengan tempat tinggal Pak Satpam itu, tugas berjaganya pun sudah berakhir, sehingga beliau memang menawarkan diri untuk mengantar saya ke sebuah dermaga kecil dimana kita bisa menyewa Perahu Jukung atau Kelotok. Untuk menemukan lokasi Muara Kuin ini, kita bisa menggunakan rute darat yang hanya memakan waktu sekitar 15 menit dari pusat kota.

Sesampai di dermaga tersebut suasana masih gelap, namun meskipun begitu saya mempersilahkan Pak Satpan untuk pulang meninggalkan saya seorang diri di dermaga tersebut. Ketika remang-remang cahaya matahari dari ufuk timur sudah mulai terlihat, barulah saya bertemu dengan seorang pemilik perahu. Setelah sedikit kompromi serta negosiasi masalah harga, akhirnya saya pun sepakat untuk menyewa perahu tersebut dengan harga sekitar 300 ribu. Untuk ukuran sewa perahu berhilir-mudik di Muara Kuin, harga tersebut pasti bisa dikatakan cukup mahal. Tapi tunggu dulu, saya memperoleh harga tersebut bukan hanya sekedar untuk menyusuri Pasar Terapung Muara Kuin saja, melainkan menyusuri Sungai Barito dengan satu misi utama yaitu mencari habitat asli Bekantan, serta membawa saya ke suatu pulau dimana kita bisa menemukan berbagai macam spesies kera di pulau tersebut. Kalau dihitung-hitung carteran perahu tersebut bisa dinikmati sekitar 8 jam, karena kalau tidak salah saat itu saya mengakhiri penjelajahan tersebut sekitar pukul 14.00 WITA. Dan cerita tentang perjalanan tersebut akan saya kisahkan di artikel lainnya, untuk artikel ini hanya akan bercerita tentang pengalaman di Pasar Terapung Muara Kuin.
Dukuh & Panyambangan

Sepanjang perjalanan menuju Pasar Terapung, tidak banyak pemandangan yang dapat dinikmati karena suasana masih sangat gelap, yang terlihat hanya kerlipan lampu dari rumah – rumah terapung yang berada di tepian sungai, kerlipan lampu perahu besar dari kejauhan dan khas aroma air sungai payau yang bercampur dengan bensin. Udara dingin dan hembusan angin laut mengiringi perjalanan dan menambah rasa penasaran untuk segera tiba di Pasar Terapung.  Setibanya di Pasar Terapung, suasana kesibukan sudah mulai terlihat jelas, Jukung saling berdesakan dan para pengemudi jukung dengan sigap dan mahirnya mengayuh perahu jukung untuk mendapatkan pembeli, mereka menawarkan beragam jenis barang dagangan seperti sayur mayur, buah-buahan, hasil kebun, hingga kuliner khas Banjarmasin. Pemandangan lain yang bisa kita temui di sekitar Muara Kuin ini adalah rumah-rumah terapung (Rumah Lanting), aktivitas atau kehidupan masyarakat yang tinggal di sepanjang tepian sungai.

Di atas sungai ini kita bisa langsung bertransaksi dari perahu ke perahu, dan hal itu merupakan pemandangan yang sangat unik dan khas dari pasar terapung ini. Bagi siapapun yang hanya ingin bersantai, bisa menikmati secangkir teh atau kopi hangat dan mencicipi makanan atau kue khas Banjar, sambil menikmati hilir mudik kelotok dan jukung serta riakan ombak yang menerpa kelotok yang kita tumpangi. Namun suasana pasar terapung ini memang tidak seperti suasana pasar darat yang biasanya ramai dengan para pedagang dan pembeli, pedagang tidak banyak terlihat dan barang-barang yang ditawarkan juga tidak terlalu banyak. Transaksi di pasar terapung ini masih menggunakan cara tradisional yaitu barang ditukar dengan barang atau biasa disebut dengan istilah barter sebagai alat bertransaksi dengan sesama pedagang, namun mereka juga menerima alat tukar uang jika bertransaksi dengan wisatawan atau pengunjung.
Another amazing view
The Sunrise..
















Banyak orang mengatakan bahwa saat terbaik untuk mengunjungi pasar ini ialah pada saat matahari terbit, karena pada saat itu cahaya matahari yang indah akan dipantulkan oleh air sungai sehingga akan menghangatkan suasana jual beli di pasar terapung Muara Kuin. Sunrise yang menukik di antara riak air muara Sungai Kuin, para Dukuh yang menawarkan dagangan mereka, para Panyambangan yang menawar dengan harga murah, sayur-mayur segar tampak bercahaya diterpa matahari pagi. Dukuh adalah gelar untuk pedagang wanita yang memasarkan dagangan sendiri atau milik tetangga di Pasar Terapung. Panyambangan adalah gelar untuk pembeli yang membeli dagangan dari Dukuh untuk dijual kembali. Dukuh dan Panyambangan sudah terbiasa berdagang di muara, sejak dari jaman dulu kedua peran itu selalu ada yang melakoninya. Sementara berbicara masalah matahari terbit, suasana pagi di Muara Kuin ini tak bisa dipungkiri lagi keindahannya, membuat suasana pagi di sungai ini terasa begitu eksotis dengan segala panoramanya. Meski hanya berbekal kamera handphone, foto-foto dalam artikel ini merupakan hasil jepretan dari kamera handphone tersebut, dan tanpa melalui proses editing sedikitpun.

Beberapa jam menikmati suasana pasar terapung ini, tak terasa matahari beranjak terik. Secara berangsur para pedagangpun beranjak pergi, maka berakhirlah Pasar Terapung Muara Kuin ini. Dan saya pun mulai beranjak pergi seiring suasana pasar yang semakin sepi. Menyusuri kembali bagian lain Sungai Barito untuk menjemput cerita lainnya... 

Share on Google Plus

About Adang Sutrisna

An ordinary husband and father who was born at eastern small town of West Java. Working for the State Owned Company in Indonesia, loving outdoors activity and adventure addict. Part time wanderer with amateur experience, but full time dreamer with no limit to break the horizon as the destination...