Merlion, Central Region - Singapura #Singapura


Siang itu hujan mengguyur cukup deras di negara yang dulu dikenal sebagai Temasek ini. Bersama seorang teman yang berasal dari Batam dan juga seorang warga asli Singapura, kami berteduh, menghabiskan berbatang-batang rokok di sekitar taman depan Esplanade Teater sambil menunggu hujan beranjak reda. Karena memang, di perjalanan pertama kalinya menginjakan kaki di Singapura ini, masih terdapat banyak kekhawatiran dalam diri terutama ketakutan akan suatu pelanggaran yang tidak sengaja dilakukan. Terlebih negara atau kota ini memiliki reputasi yang melekat sebagai "Fine City". Dari kabar yang saya dengar, jangankan merokok, hanya sekedar meludah di sembarang tempat saja, kita bisa terkena suatu pelanggaran hukum yang berujung dengan pembayaran denda. Oleh karena itu saya hanya berani menikmati rokok ditempat-tempat yang secara kebetulan saya mendapati seorang warga asli Singapura berani merokok di sana. 

Perjalanan kali ini merupakan perjalanan dimana saya untuk pertama kalinya pergi keluar negeri. Stempel dari dinas imigrasi Singapura pun merupakan stempel perdana dalam paspor saya. Berbagai macam perasaan hadir pada saat itu. Dari mulai rasa haru, bangga, serta bersyukur karena setelah sekian lama saya hanya mampu bermimpi untuk pergi keluar negeri, namun pada akhirnya kehidupan ternyata telah membawa saya untuk mewujudkannya. Mungkin hal itu terdengar biasa saja bagi anda semua, tapi untuk ukuran orang yang terlahir dari keluarga pas-pasan seperti saya ini, jangankan untuk mewujudkannya, terkadang hanya sekedar untuk bermimpi pun terasa begitu berat kala itu.

Kalau tidak salah setelah lebih dari dua kali ditugaskan ke Batam, akhirnya saya bisa menyempatkan diri untuk mengunjungi negara yang selalu menjadi top destination bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sekitar bulan Juni 2012, pagi itu saya bertolak dari penginapan di Daerah Baloi, Batam, untuk menuju Terminal Ferry Batam Centre. Berbekal tiket kapal PP seharga IDR 250.000, yang sudah saya beli sebelumnya di counter agen di sekitar Nagoya, ditambah seorang teman asal Batam yang menunggu di Batam Centre, membuat pagi itu terasa santai dan biasa-biasa saja. Meskipun kita tau bahwa sebenarnya perjalanan ini merupakan perjalanan perdana bagi saya untuk menuju ke luar negeri.

Sampai di Pelabuhan Batam Centre, teman asal batam sudah berada disana dan menunggu di food court yang terletak di Pelabuhan tersebut. Tanpa berlama-lama lagi kami langsung menuju ke tempat antrian Counter Imigrasi Indonesia sebelum naik ke dalam kapal yang akan menuju Singapura. Di counter imigrasi ini paspor dan barang-barang kita akan diperiksa oleh petugas imigrasi, dan biasanya akan diberi saran apabila ada barang yang tidak boleh dibawa masuk ke Singapura. Setelah melewati pemeriksaan, kami berdua pun langsung menaiki kapal yang sudah tersandar di pelabuhan.

Perjalanan dari Batam menuju Singapura tidak begitu lama, sekitar satu jam saja, kapal yang kami tumpangi pun sudah merapat di Harbourfront Singapura. Ada pengalaman yang cukup unik ketika saya memasuki Counter Imigrasi Singapura untuk pemeriksaan paspor dan barang bawaan. Seorang petugas imigrasi yang masih muda menyambut saya kala itu dengan ramah sambil memeriksa paspor dan bertanya tentang tujuan saya datang ke Singapura. Dengan penuh rasa santai juga saya menjawab "you know lah traveling, brother", mendengar jawaban itu dia langsung tertawa seraya berbisik memberi tau saya bahwa rokok di sini mahal katanya. Dan ketika seorang temannya mendapati tas saya berisi 3 bungkus rokok, dia langsung meminta satu bungkus dari rokok tersebut untuk kemudian membuka dua bungkus rokok lainnya dan mengambil satu batang rokok dari masing-masing kemasan tersebut, seraya berkata "this is the trick" katanya. Karena berdasarkan informasi yang dia berikan, kita hanya diperbolehkan membawa satu bungkus rokok saja dan itu pun harus sudah dibuka kemasannya. Jika ingin membawa rokok, kemasannya harus sudah dibuka seolah-olah rokok itu sudah dinikmati sebelumnya. Sementara saya membawa dua bungkus rokok, menurut peraturan disana tetap harus membayar pajak cukai sekalipun itu untuk  konsumsi pribadi. Namun petugas itu bilang, "but don't worry, we're human and also smoking lah" sambil tertawa. Alhasil saya pun bisa melenggang dengan dua bungkus rokok tanpa harus membayar pajak cukai, dan dalam hati saya bergumam sungguh petugas imigrasi yang aneh, hahaha.
MRT Station...

Setelah melalui Counter Imigrasi, kami berdua masih berjalan-jalan di area sekitar pelabuhan Harborfront yang terintegrasi dengan pusat perbelanjaan. Disini kami berdua makan siang di sebuah warung langganan teman saya yang menyajikan Masakan Padang, dan pastinya penjualnya pun Orang Padang. Karena kami berdua sudah berada di wilayah Singapura, maka mata uang yang digunakan untuk membayar makanan tersebut adalah Dollar Singapura. Biaya makan disini masih terhitung cukup sama dengan di Indonesia, kami berdua menghabiskan sekitar SGD 8 saja kalau tidak salah untuk dua piring Nasi Padang lengkap dengan dua cup es teh manis. Dari tempat ini kami beranjak menuju Merlion Park dengan menggunakan MRT yang stasiunnya berada tepat di bawah kawasan Mall Vivo, Harborfront tersebut. Dengan 5 jalurnya yang diwakili dengan warna yang berbeda-beda, MRT Singapura menjangkau tempat-tempat wisata populer dan hampir seluruh wilayah negeri tersebut.

Kenapa Merlion Park?, jawabannya hampir sama seperti kebanyakan Orang Indonesia pada umumnya yang berkunjung kesini. Memang tidak terlalu penting, akan tetapi rasa-rasanya belum begitu afdol jika berkunjung ke Singapura tanpa memiliki foto narsis di depan Patung Merlion tersebut. Oleh karena itu sebelum menyusuri tempat lainnya, destinasi pertama yang saya tuju di Singapura ini adalah Merlion Park. Ikon ini wajib untuk dikunjungi untuk wisatawan yang berkunjung ke Singapura, karena patung tersebut merupakan landmark yang menjadi kebanggan Warga Singapura. Dibangun oleh pengrajin lokal Lim Nang Seng, diresmikan pada tanggal 15 September 1972 oleh Perdana Menteri Lee Kuan Yew di muara Singapore River untuk menyambut semua pengunjung ke Singapura. Namun seiring dengan selesai dibangunnya Esplanade Bridge pada tahun 1997, patung ini tidak lagi terlihat jelas dari tepi perairan. Patung ini direlokasi sejauh 120 meter dari posisinya yang semula pada tahun 2002 ke lokasi saat ini di Merlion Park, di depan Hotel Fullerton dan menghadap Marina Bay.

Setiba di Stasiun MRT dekat kawasan Espalanade Teater, hujan turun dengan derasnya. Seperti yang telah saya ceritakan sebelumnya di paragraf pertama tulisan ini, kami hanya mampu menunggu hujan reda sambil menghabiskan berbatang-batang rokok. Tak lama hujan pun berubah menjadi gerimis, dan kami pun langsung melanjutkan dengan berjalan kaki melalui Esplanade Bridge untuk menuju One Fullerton dimana Patung Merlion tersebut berdiri. Selama di atas Jembatan Esplanade, saya tidak tahan untuk berfoto sekalipun baju yang dikenakan sedikit basah karena kehujanan. Dari atas sini saya bisa mendapatkan beberapa foto yang cukup lumayan dengan background Esplanade Teater, Marina Bay Sands, dan beberapa gedung lainnya yang jujur saya tidak tau itu gedung atau bangunan apa.
Marina Bay Sands...
Esplanade Theatre...

















Esplanade merupakan sebuah arena pertunjukan atau teater, berbagai macam kreatifitas pertunjukan kelas dunia kerap dipentaskan di sini. Pertunjukan yang ditawarkan adalah pertunjukan lintas budaya dan genre. Karena kemiripannya dengan buah populer di Singapura, masyarakat lokal memberinya julukan "Durian". Esplanade memiliki Concert Hall dengan 1.600 kursi, Teater dengan 2.000 kursi, dan beberapa tempat pertunjukan menawan yang telah menyelenggarakan acara berkelas dunia seperti Les Misérables. Selain arena pertunujkan, Esplanade juga dilengkapi dengan mall dan pusat perbelanjaan. Esplanade Mall yang mempunyai tiga lantai, termasuk tambahan terbarunya yaitu Esplanade Annexe. Jika kita ingin menjelajahi komplek ini lebih jauh, ikutlah Tur Esplanade Walk berpemandu yang tersedia disana. Selama kurang lebih 45 menit kita akan dibawa berkeliling Concert Hall, Teater, dan fasilitas lainnya di gedung ini, dan diperkenalkan dengan berbagai ragam seni yang terdapat disana.

Sementara Marina Bay Sands adalah pusat hiburan terpadu, menghadap ke Teluk Marina di Singapura. Dikembangkan oleh Las Vegas Sands, dan merupakan investasi tunggal paling mahal di dunia dengan biaya SGD 8 miliar (sekitar IDR 56 triliun), termasuk biaya untuk lahannya. Tempat wisata ini memiliki 2.561 kamar hotel, ruang pameran dan pertemuan seluas 120.000 m², mall The Shoppes dan Art Science Museum, Sands Theatre dan Grand Theatre, tujuh restoran ddengan koki selebriti, dua paviliun mengambang, kasino dengan lebih dari 600 meja judi dan 1.500 mesin jakpot. Kompleks ini dinaungi oleh Sands Sky Park sepanjang 340 meter dengan kapasitas 3.900 orang dan kolam renang tanpa batas (infinity edge) sepanjang 150 meter, yang merupakan ruang menggantung terbesar di dunia dengan kantilever sejauh 67 meter di menara utara.

Kembali kepada cerita, setelah beberapa saat melewati Esplanade Bridge, kami pun sampai di tujuan utama yaitu Merlion Park dan hujan pun sudah berangsur berhenti. Setiba disini saya langsung mencari-cari angle terbaik untuk berfoto. Karena hujan baru berhenti, kawasan sekitar Merlion pun tidak terlalu ramai dengan wisatawan, jadi saya bisa dengan leluasanya berfoto tanpa ada gangguan penampakan dari para wisatawan lain...lol.

Cerita perjalanan perdana ke luar negeri ini memang hanya berfokus di Merlion Park dan sekitarnya saja. Karena memang keterbatasan waktu serta kondisi cuaca yang tidak memungkinkan, pada akhirnya saya hanya berjalan-jalan saja di sekitar area Merlion Park. Dan ketika sore menjelang, kami berdua menghabiskan waktu dengan menikmati secangkir kopi beserta beberapa makanan di sebuah cafe yang terletak tidak jauh dari Merlion Park yang berada di One Fullerton. Sehingga kami bisa dengan santainya menikmati pemandangan eksotis Marina Bay di sore hari. Mengenai kocek yang harus saya rogoh ketika berada di cafe ini, ah sudahlah tak perlu dibahas, yang pasti memang cukup lumayan membuat dada ini terasa jantungan ketika melihat bills yang ditagihkan. Hanya saja terasa seolah-olah samar, karena nominal yang harus dibayar waktu itu menggunakan SGD. Namun jika dihitung dengan cermat dan di transformasikan ke dalam rupiah, yang pasti memang cukup membuat saya mendadak ingin pergi ke rumah sakit karena serangan jantung...lol.

Cukup puas menikmati suasana, akhirnya kami pun memutuskan untuk pulang ke Batam. Kembali menggunakan MRT untuk menuju Pelabuhan Harbourfront, dan kembali menaiki kapal cepat yang akan membawa kami ke Batam Centre. Itulah cerita tentang perjalanan perdana saya ke luar negeri, sekaligus merupakan cerita perjalanan pertama saya ke Singapura. Untuk cerita-cerita pengalaman selanjutnya di Singapura akan saya tulis di artikel lainnya. Karena memang saat itu saya ditugaskan di Batam hampir tujuh bulan lamanya, sehingga kesempatan untuk mengeksplorasi negara yang satu ini bisa dengan mudah saya lakukan di sela-sela kesibukan bekerja di waktu weekend.

Mengenai kesan, yang pasti nuansa modern serta glamour di negara ini begitu terasa sekali. Seiring dengan perkembangan modernisasi yang menjadikan negara ini sebagai negara dengan perekonomian terbaik di Asia Tenggara, secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup dari warga negaranya yang metropolis, dan cenderung hedon. Maka tak heran jika berjalan-jalan disini, maka kita bisa dengan mudah melihat gaya-gaya modis dari sebagian besar warga negaranya.

Share on Google Plus

About Adang Sutrisna

An ordinary husband and father who was born at eastern small town of West Java. Working for the State Owned Company in Indonesia, loving outdoors activity and adventure addict. Part time wanderer with amateur experience, but full time dreamer with no limit to break the horizon as the destination...