Sanur, Denpasar - Bali #Indonesia

Sore itu saya tampak terburu-buru berangkat dari kostan di daerah Potlot, Jakarta Selatan, untuk menuju Bandara Soekarno - Hatta. Bukan karena semata-mata jadwal penerbangan yang sudah mepet, tapi hanya berusaha untuk bisa mencapai tol bandara sebelum pukul 5 sore lewat agar tidak terjebak macet. Sekalipun sampai di bandara masih banyak waktu yang tersisa, paling tidak saya masih bisa santai terlebih dahulu disana sambil menunggu waktu maghrib. Karena jadwal penerbangan menuju Pulau Dewata saat itu sekitar pukul 20.30 WIB.

Tidak lama setiba di bandara, handphone pun berdering pertanda panggilan masuk dari salah seorang pegawai kementerian yang ternyata sudah berada di bandara sebelum saya. Setelah bertemu kami pun langsung check in, untuk kemudian menuju salah satu executive lounge di bandara untuk sekedar ngopi dan bersantai. Karena kebetulan perjalanan kali ini masih terkait salah satu pekerjaan yang harus diselesaikan dengan beberapa tim dari kementerian. Kasarnya saat itu saya berangkat bersama beberapa staf kementerian dan seorang atasan mereka yang bisa dikatakan sebagai pejabat. Oleh karena itu saya bisa menikmati executive lounge tersebut, karena penerbangan yang akan membawa kami pun termasuk kelas nyaman dan juga maskapai ternyaman yang ada di Indonesia, lumayan lah rezeki anak soleh...lol.

Setelah beberapa lama menunggu akhirnya panggilan untuk boarding mulai berkumandang. Kami pun bersiap-siap untuk memasuki pesawat. Entah karena perasaan saya saja atau entah kenapa, yang pasti ketika saya iseng melihat raut wajah orang-orang yang akan terbang menuju Pulau Dewata ini terasa beda. Seolah-olah raut wajah mereka menunjukan rona kegembiraan, serta rata-rata gaya berpakaian mereka pun terlihat sangat santai sekali. Meskipun sangat yakin sekali bahwa tujuan mereka ke sana tidak semuanya hanya sekedar untuk pergi berlibur.


Sebelum melanjutkan cerita, sekilas saya bahas mengenai sejarah Kota Denpasar. Dari beberapa literatur yang saya baca, nama Denpasar berasal dari kata "den" (utara) dan "pasar" sehingga secara keseluruhan bermakna "Utara Pasar". Denpasar pada mulanya adalah sebuah taman. Namun taman tersebut tidak seperti taman pada umumnya, karena merupakan taman kesayangan dari Raja Badung pada waktu itu, Kyai Jambe Ksatrya. Pada waktu itu, Kyai Jambe Ksatrya tinggal di Puri Jambe Ksatrya, yang kini menjadi Pasar Satria. Taman ini unik, karena dilengkapi dengan tempat untuk bermain adu ayam. Hobi Kyai Jambe Ksatrya adalah bermain adu ayam, oleh karena itu tidak jarang sang raja mengundang raja-raja lainnya di Bali untuk bermain adu ayam di taman tersebut.

Sebelumnya kawasan ini merupakan bagian dari Kerajaan Badung, sebuah kerajaan yang pernah berdiri sejak abad ke-19, sebelum kerajaan tersebut ditundukan oleh Belanda pada tanggal 20 September 1906, dalam sebuah peristiwa heroik yang dikenal dengan Perang Puputan Badung. Setelah kemerdekaan Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958, Denpasar menjadi ibu kota dari pemerintah daerah Kabupaten Badung, selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri, Denpasar juga ditetapkan sebagai ibu kota bagi Provinsi Bali yang semula berkedudukan di Singaraja. Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1978, Denpasar resmi menjadi ‘’Kota Administratif Denpasar’’, dan seiring dengan kemampuan serta potensi wilayahnya dalam menyelenggarakan otonomi daerah, pada tanggal 15 Januari 1992, berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992, Kota Denpasar ditingkatkan statusnya menjadi ‘’kotamadya’’, yang kemudian diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 27 Februari 1992.

Lanjut kepada cerita, tepat pada tanggal 19 November 2012 sekitar pukul 00.05 WITA saya pun sudah keluar dari Bandara I Gusti Ngurah Rai dan "just landed and happy birthday to me", paling tidak itulah status yang saya tulis di sosial media kala itu. Karena memang secara kebetulan saya berulang tahun di hari tersebut. Seakan-akan perjalanan dinas ke Bali dengan beberapa fasilitas yang cukup nyaman ini merupakan hadiah ulang tahun bagi saya. Terlebih target pekerjaan disana pun bisa dikatakan tidak begitu ketat, sehingga sudah dapat dipastikan sebelumnya bahwa selama satu minggu kami bertugas disana, masih terdapat waktu luang yang cukup untuk bisa kami nikmati di sela-sela pekerjaan.
Just call me Bli...

Dari Bandara I Gusti Ngurah Rai kami langsung menuju salah satu hotel tertua di Pulau Bali yang telah di reservasi sebelumnya yaitu Inna Bali Hotel. Sebagai catatan, Inna Bali Hotel adalah hotel bintang 3 yang dibangun pada tahun 1927 oleh Airlines Shipping Netherlands dengan nama Bali Hotel. Hotel ini merupakan saksi bisu berbagai peristiwa bersejarah yang terjadi di Bali sejak era pra-kemerdekaan Indonesia. Sebagai hotel kelas internasional pertama di Bali, Bali Hotel menjadi tempat menginap para Tokoh Dunia saat mereka berkunjung ke Bali. Pada bulan April 1932, komedian legendaris Charlie Chaplin dan kakaknya Sidney tiba di Bali Utara dan check-in di Bali Hotel. Mereka merekam perjalanannya saat berada di Bali dalam film hitam-putih. Pada tanggal 23 Juli 1952, Presiden Soekarno menjamu Presiden Filipina Elpidio Quirino di hotel ini. Ada juga beberapa Pemimpin Dunia lainnya yang pernah tinggal di sini saat mereka mengunjungi Bali, seperti Ratu Elizabeth, Mahatma Gandhi, dan Jawaharlal Nehru. Para Tokoh Dunia tersebut selalu menginap di kamar 77 (dulunya bernomor 50).

Terhitung dari hari senin sampai jum'at, aktifitas kami di Pulau Dewata ini cenderung relatif sama. Tugas kami disana adalah untuk road show dari kampus ke kampus yang ada di Provinsi Bali untuk melakukan pendataan dan sosialisasi terkait salah satu program pemerintah pada waktu itu. Dari pekerjaan inilah saya bisa mengetahui pola kemajemukan masyarakat di Bali. Karena selama pendataan, tidak sedikit saya menemukan berbagai etnis campuran yang ada di sini. Bahkan banyak beberapa orang diantara mereka yang memiliki status dua kewarganegaraan. Pekerjaan ini seolah terasa ringan bagi kami, karena selain memang sudah terbiasa melakukan hal tersebut, banyak juga para mahasiswa yang mau membantu kami. Selama lima hari kami melakukan pekerjaan tersebut, seolah-olah kami semua dibawa kembali untuk mengenang masa-masa remaja di lingkungan kampus dulu.

Hingga di penghujung weekdays tiba, jum'at sore waktu itu saya bersama dua orang rekan kerja memutuskan untuk berjalan-jalan, bersantai menikmati suasana sore di pantai yang menjadi ikon bagi Kota Denpasar ini yaitu Pantai Sanur. Karena lokasinya yang berada di sebelah timur Pulau Bali, pantai ini sebenarnya menjadi lokasi yang tepat untuk menikmati sunrise atau matahari terbit. Hal ini menjadikan tempat wisata ini makin menarik, bahkan ada sebuah ruas di Pantai Sanur yang bernama pantai Matahari Terbit karena pemandangan saat matahari terbit sangat indah jika dilihat dari sana. Tapi meskipun begitu, paling tidak saya tetap bisa menikmati suasana pantai di sore hari yang kebetulan cukup lengang pada waktu itu.
Stay calm and enjoy the beach...

Kebersihan pasir pantai yang selalu terjaga dan pasir pantai berwarna putih. Ombak laut yang tenang dan cenderung dangkal membuat tempat ini cukup ideal untuk anak-anak berenang. Dilengkapi dengan pohon yang berjejer di sepanjang pantai, membuat kita bisa duduk-duduk santai sambil menikmati jagung bakar ataupun lumpia yang banyak dijajakan oleh pedagang kaki lima disini. Cafe-cafe dan resto sederhana akan tetapi memiliki keunikan tersendiri pun bisa dengan mudah kita temui disini. Di sepanjang garis pantai juga dibangun semacam area pejalan kaki yang seringkali digunakan sebagai jalur jogging oleh wisatawan ataupun masyarakat lokal. Jalur ini terbentang ke arah selatan melewati Pantai Shindu, Pantai Karang sampai Semawang sehingga wisatawan bisa berolahraga sekaligus menikmati pemandangan pantai di pagi hari. Jika melihat uraian hal-hal yang bisa kita temui dan lakukan di pantai ini, maka tak heran meskipun sekarang banyak pantai-pantai lain yang hits di Bali, namun tetap keindahan pesona Pantai Sanur tidak serta merta begitu saja bisa dilupakan.

Cukup puas menikmati suasana di pantai, kami pun beranjak menuju food court yang letaknya tidak begitu jauh dari pantai. Selain karena hari sudah mulai beranjak gelap, perut kami pun sudah mulai sedikit keroncongan. Setelah makan dan bersantai sejenak, kami sepakat untuk melanjutkan jalan-jalan malam menyusuri tempat-tempat lain di Bali ini. Namun karena tempat-tempat selanjutnya bukan berada di Wilayah Administratif Kota Denpasar, jadi kelanjutan cerita tentang perjalanan di Pulau Dewata ini akan saya bahas di tulisan selanjutnya.

Share on Google Plus

About Adang Sutrisna

An ordinary husband and father who was born at eastern small town of West Java. Working for the State Owned Company in Indonesia, loving outdoors activity and adventure addict. Part time wanderer with amateur experience, but full time dreamer with no limit to break the horizon as the destination...