Malioboro, Yogyakarta - D.I. Yogyakarta #Indonesia (Special Part : The Journey of Love)

Sore itu sekitar awal di Bulan Desember, setelah selesai berikrar mengucap janji suci seminggu sebelumnya, kami berdua berangkat dari Sumedang menuju Yogyakarta. Selepas waktu Ashar, kami mulai menyusuri jalur Sumedang - Cirebon - Palimanan. Hujan rintik-rintik berselang hujan lebat, mengiringi perjalanan kami saat itu. Ketika waktu Maghrib tiba, kami pun sudah tiba di Brebes dan mulai berada di dalam Jalur Pantai Utara Pulau Jawa. Di Brebes kami hanya singgah sebentar di sebuah mesjid yang terletak di pinggir jalan, sekedar untuk memenuhi kewajiban, lalu beranjak lagi melanjutkan perjalalanan menyusuri Jalur Pantai Utara Pulau Jawa ini.     

Sebelum melanjutkan cerita, disini saya hanya ingin menegaskan bahwa perjalanan ini merupakan artikel serta cerita lainnya yang mengulas tentang Yogyakarta. Setelah sebelumnya dua artikel tentang Yogyakarta (Malioboro, Yogyakarta - D.I. Yogyakarta #Indonesia - Part I & Part II), telah di release sebagai pembuka dengan berbagai cerita didalamnya. Baik cerita yang dilewati bersama teman, sahabat, kolega, dengan tujuan bisnis, bertugas, ataupun backpacker. Sementara dalam artikel kali ini sedikit berbeda, selain di dalamnya akan memuat keseluruhan informasi destinasi di seluruh wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta dan sekitarnya (Magelang), cerita ini juga merupakan cerita spesial dalam hidup saya, karena perjalanan ini merupakan perjalanan pertama yang dilalui bersama pasangan halal saya, yaitu istri tercinta. Jadi mohon maaf jika untuk cerita kali ini sedikit lebih terasa gejolak asmara yang begitu kental di dalamnya ketimbang nuansa adrenalin menggebu yang kerap ditampilkan, dan saya harap para jomblowan dan jomblowati agar tidak terlalu "baper" dalam memahami tulisan ini, peace...lol.

Lanjut kepada cerita, tidak lama setelah beberapa saat memacu pedal gas kendaraan, kami pun tiba di Kota Tegal. Beristirahat sejenak sambil mengisi perut yang sudah mulai terasa lapar di sebuah restauran fast food yang tepat berada di pusat keramaian Kota Tegal. Cukup puas beristirahat, kami pun melanjutkan perjalanan menyusuri Jalur Pantai Utara ini. Melihat kondisi istri saya yang sudah mulai mengantuk, saya pun mempersilahkannya untuk tidur. Dan istri saya pun sudah mengerti dengan kode "menyuruh tidur" tersebut, karena sudah pasti saya akan memacu kendaraan ini ala-ala Film Fast and Furious, dengan maksud jika istri tertidur saya tidak terlalu membuatnya kaget dan marah dengan manuver-manuver berkendara mirip Paul Walker yang nanti akan saya lakukan...hahaha. 

Istri pun tertidur tidak lama setelah kami meninggalkan Kota Tegal dan mendekati perbatasan Pemalang. Malam yang dingin disertai hujan yang kerap turun, membuat tidurnya semakin nyenyak. Saya pun mulai memacu mobil tua ini seiring dengan mulai bermunculannya bus malam selon yang lewat di Jalur Utara ini. Seolah-olah saya memang sedang berada di arena balapan liar dan berpacu melawan bis-bis tersebut yang memang sudah terkenal dengan cara mengemudikannya yang kerap ugal-ugalan. Melesat terus melewati Pekalongan, Batang, Kendal hingga tepat sekitar pukul 11 malam kami pun sampai di Kota Semarang. Dari Semarang saya langsung mengambil arah selatan menuju Magelang dengan santai untuk kemudian mulai memasuki Sleman, dan pada akhirnya tibalah kami di Kota Jogja tepat sekitar pukul 2 dini hari. Kami langsung menuju penginapan langganan saya di Jogja yaitu Agung Guest House yang terletek di Jalan Prawirotaman 2. Meskipun istri saya beberapa kali saya tawari untuk menginap di tempat yang lebih nyaman, namun istri selalu menolak dengan alasan ingin juga mengenal tempat-tempat beserta orang yang pernah mewarnai kehidupan suaminya selama bertugas di Jogja dulu.

Sesampai di penginapan, seperti biasa saya selalu disambut seperti keluarga disana. Dan pastinya suasana pun sedikit heboh, karena ada tambahan kehadiran istri saya saat itu. Selesai dengan sambutan hangat, kami pun langsung beristirahat di kamar yang biasa saya pesan selama bertugas di Jogja dulu. Sebuah kamar sederhana yang terletak paling belakang dan menghadap ke kolam renang tersebut merupakan kamar favorit saya tiap kali menginap disini.
Aku, Kamu dan Pak De...

Keesokan hari, setelah saya memperbaiki mobil kami yang sedikit bermasalah di bengkel sekitar, kami hanya berjalan-jalan di sekitar Kota Jogja saja, untuk kemudian ketika malam tiba, saya pun mengajak istri untuk pergi ke Mailoboro dengan menggunakan becak. Agak terasa romantis gimana gitu, berkeliling menikmati suasana Jogja di malam hari dengan orang tercinta. Sesampai di Malioboro saya langsung membawa istri ke suatu tempat yang sebelumnya tidak dikenalnya yaitu Mirota Batik. Jangankan perempuan, saya pun sebagai laki-laki cukup betah berlama-lama di tempat ini. Karena selain cukup nyaman, tempat ini juga membawa kita kepada suasana tradisional Jogja yang lengkap dengan wangi-wangian dupa yang menghiasi di setiap sudut ruangan. Selain batik, tempat ini juga menawarkan berbagai jenis pernak-pernik perabotan rumah tangga, hiasan, dan berbagai macam aksesoris lainnya. Bahkan kita bisa mendapatkan benda-benda tradisional kuno yang juga di jual di tempat ini. Benar saja, terhitung sejak pukul 7 malam kami disana hingga menjelang tutup, istri saya masih asyik memilah berbagai macam barang yang ada di sana. Maka tak heran jika tempat ini selalu di buru oleh para penikmat wisata belanja yang datang ke Yogyakarta.

Saya dengan setia menemani istri mengelilingi tempat tersebut, sambil sesekali pergi ke lantai paling atas bangunan ini yang merupakan area food court untuk menghabiskan satu hingga dua batang rokok, dan sesekali juga menengok kantong belanjaan istri sambil sedikit cemas memperhitungkan perkiraan tagihan saat di kasir nanti...hahaha. Puas berbelanja di sini, kami melanjutkan safari malam menikmati eksotisme Jogja di malam hari, jalan-jalan, menikmati kuliner khas Yogyakarta yang kami temui di sepanjang jalan yang dilewati. Dari mulai ujung Malioboro, daerah sekitar keraton, hingga menikmati gemerlap warna warni Alun-Alun Kidul di malam hari, lalu kemudian kembali ke penginapan untuk beristirahat.

Pagi hari, setelah kami berdua menyelesaikan pancake buatan Bu De sebagai menu sarapan, kami memutuskan untuk pergi ke Candi Borobudur di Magelang. Menyusuri jalanan di pagi hari mengamati orang-orang berlalu lalang dengan berbagai kesibukannya masing-masing di hari kerja, sementara kami berjalan-jalan ria sambil memadu kasih, what a wonderful world...lol.
Just you and me...

Kurang lebih sekitar satu jam lebih, kami pun sampai di Candi Borobudur ini. Karena kunjungan ini di waktu weekdays, suasana di candi pun terbilang cukup lengang sepi pengunjung. Hal itu membuat kami bahagia tentunya, selain suasana yang tenang, kami pun bisa dengan leluasa mengambil foto tanpa gangguan penampakan dari pengunjung lain. Terlebih saat itu masih pagi, dimana pengunjung masih belum ramai berdatangan ke tempat yang selalu menjadi tujuan utama bagi para wisatawan ini. Alhasil foto yang kami dapatkan pun cukup lumayan meski hanya diambil oleh sebuah smart phone. Setelah cukup puas belama-lama di dalam area candi, kami pun memutuskan untuk keluar menuju kawasan dimana para pedagang yang menjual berbagai macam jajakan dagangan bisa ditemui. Sambil beristirahat menikmati makan siang, juga berteduh dari teriknya matahari yang mulai beranjak tinggi, kami berdua cukup lama menghabiskan waktu di area pelataran Candi Borobudur ini. Hingga akhirnya kami kembali ke penginapan di Jogja, dan beristirahat melepas lelah.

Sementara ketika purnama kedua menjelang (halah), saya mengajak istri untuk meghabiskan malam di atas Bukit Bintang, menikmati suasana Jogja dari atas ketinggian. Dari Bukit inilah kita bisa melihat kelap-kelip bintang, yang sebenarnya merupakan pancaran lampu dari rumah-rumah yang ada di wilayah Yogyakarta, memancarkan cahaya indah dengan kerlap-kerlipnya yang cukup membuat terlihat eksotis. Dari bukit yang terletak di perbatasan antara Kota Jogja dan Kabupaten Gunung Kidul ini, kami langsung kembali ke pusat kota sambil sedikit berjalan-jalan untuk kemudian kembali ke penginapan.
Here, I present to you 999 temple...

Keesokan harinya kami mengunjungi Candi Prambanan. Karena lokasinya yang tidak begitu jauh, kami pun agak santai dalam menjelajahi candi yang satu ini. Dan lagi-lagi suasana tidak begitu ramai ketika kami berkunjung ke sana, oleh karena itu kami cukup leluasa dalam mengambil beberapa foto dan bersantai berlama-lama disana. Sebenarnya kisah dibalik berdirinya candi ini bukan merupakan kisah cinta yang patut untuk diteladani dari seorang sosok Rara Jonggrang sehingga akhirnya kutukan mengenai dirinya. Akan tetapi bagi seorang sosok Bandung Bondowoso, segala usahanya sebagai seorang lelaki patut ditiru. Terlebih bagi lelaki yang sudah menyandang gelar sebagai seorang suami. Dimana dalam kisah tersebut sekalipun Bandung Bondowoso diberi syarat yang terhitung tidak mungkin, tapi dengan semangat dan kegigihannya tetap mampu untuk mewujudkannya. Entah sebuah mitos atau fakta, yang pasti kisah tersebut sudah cukup lama menjadi kisah dibalik berdirinya Candi Prambanan tersebut.

Merasa cukup dengan keramah-tamahan Prambanan dan ketika hari mulai menjelang siang, kami langsung menuju Kabupaten Gunung Kidul untuk menyisir setiap pantai yang terletak di sana. Karena masih berada di gugusan Pantai Selatan Pulau Jawa, maka tak heran jika Gunung Kidul memiliki seabreg pantai yang mempesona. Sebelum menuju ke pantai, sesampainya kami di Wonosari yang merupakan ibukota dari Kabupaten Gunung Kidul, saya mengajak istri untuk mampir terlebih dahulu di sebuah rumah makan guna beristirahat dan makan siang. Rumah makan ini merupakan rumah makan langganan dan favorit saya semasa dinas di Jogja dulu. Sebuah rumah makan sederhana yang menyajikan Ayam Kremes sebagai menu utamanya ini, cukup membuat lidah saya merasa nyaman dan gagal move on dari citarasa makanan tersebut. Padahal sebenarnya saya bukan termasuk pecinta kuliner serta orang yang ribet dalam urusan makan. Namun entah kenapa setelah kenal dengan Ayam Kremes ini, saya selalu terngiang dengan rasanya. Maka wajar jika saya cukup merekomendasikan tempat ini kepada anda, nama tempatnya adalah Rumah Makan Sri Pendowo, dan istri pun sependapat dengan rekomendasi saya ini.
Sepanjang Beach...

Selesai makan siang, kami mulai menyusuri pantai-pantai yang ada di Kabupaten Gudung Kidul ini. Di mulai dari Pantai Baron, Kukup, Krakal, Sepanjang, dll, hingga ke Pantai Indrayanti. Namun sayang cuaca tidak begitu bagus kala itu, malah gerimis mulai menyambut kedatangan kami ketika memasuki Pantai Indrayanti. Alhasil istri sedikit kecewa tidak bisa menikmati keindahan pantai-pantai tersebut, dan kami pun tidak mendapatkan foto yang bagus selama berada di kawasan ini. Akhirnya kami memutuskan untuk sekedar menikmati sajian es kelapa muda di warung-warung yang terletak di sekitar Pantai Indrayanti sambil berteduh dan menunggu gerimis berakhir. Dan ketika gerimis mulai berubah menjadi hujan, kami pun terpaksa memutuskan untuk pulang kembali ke Jogja menuju penginapan. Padahal pantai-pantai yang berada di deretan kawasan Gunung Kidul ini bisa dikatakan memiliki keindahan yang sangat mempesona dan terbilang masih relatif sepi dari pengunjung, terlebih jika kita berkunjung di waktu-waktu yang bukan merupakan musim liburan.

Tak terasa empat hari sudah kami lewati. Di malam terakhir kami menginap di Jogja, hanya diisi dengan berjalan-jalan kecil saja di malam hari untuk kemudian beristirahat. Selepas waktu subuh menjelang, kami pun pulang kembali menuju Sumedang dengan melalui jalur yang berbeda dengan jalur yang kami lewati pada saat keberangkatan. Jalur Pantai Selatan Pulau Jawa, menjadi pilihan kami saat itu. Sebelum keluar dari Provinsi Yogyakarta, kami menyempatkan diri untuk mapir di toko oleh-oleh yang berada di sekitar daerah Wates, Kulonprogo. Sekedar membeli buah tangan untuk sanak saudara atau tetangga yang ada di Sumedang. Dan ketika kendaraan mulai berada di ujung perbatasan wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta, kami berdua juga menyempatkan diri untuk mapir di sebuah pantai yang terletak di Kabupaten Kulonprogo, yaitu Pantai Glagah.
The quiet laguna... 

Meski tak se-eksotis pantai-pantai yang berada di gugusan pantai Gunung Kidul, akan tetapi pantai ini cukup menarik juga untuk di kunjungi. Deburan ombak yang sangat kencang, membuat siapapun yang berkunjung ke pantai ini harus ekstra hati-hati. Meski pengelola setempat sudah melengkapai pantai ini dengan struktur beton pemecah ombak, tetapi deburan ombak disisni masih terasa cukup membuat nyali menciut. Namun jangan khawatir, jauh dibelakang bibir pantai yang memiliki keganasan ombak, di pantai ini juga terdapat laguna-laguna menawan dengan air yang tenang. Sehingga kita masih tetap bisa menikmati keindahan serta ketenangan pantai ini dibalik kencangnya deburan ombak. Di laguna ini kita bisa menjumpai deretan rapi perahu nelayan yang bersandar yang bisa kita sewa hanya sekedar untuk memutari kawasan laguna yang memang cukup luas. Di kawasan ini juga kita bisa menemukan pepohonan rindang disertai beberapa warumg makan yang menyajikan berbagai macam hidangan, dimana rata-rata sajian seafood merupakan menu utama yang ditawarkan.

Cukup puas berada di pantai ini, akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan yang sebenarnya hanya memiliki tujuan Jogja saja sebagai tujuan awalnya. Meski terbilang hanya sebuah perjalanan dengan destinasi standar yang kerap dilakukan kebanyakan orang, ditambah Jogja sendiri juga bukan merupakan tempat yang masih asing bagi kami. Namun sekali lagi semua itu bukan tentang tujuan, akan tetapi dari setiap detik waktu yang terlewati itu, tersirat makna mendalam yang selalu kami yakini akan memberikan pelajaran paling berharga. Sebagai bekal bagi diri untuk bertahan dalam mengarungi pahit getirnya cerita kehidupan di masa yang akan datang. Terlepas dari baik atau buruknya cerita itu nanti, yang pasti ketika genggaman tanganmu hadir dalam setiap hentakan langkah yang di tempuh, segalanya seolah begitu sempurna untuk dirasa...

Sudah itu saja istriku, just happy wedding anniversary...     

Share on Google Plus

About Adang Sutrisna

An ordinary husband and father who was born at eastern small town of West Java. Working for the State Owned Company in Indonesia, loving outdoors activity and adventure addict. Part time wanderer with amateur experience, but full time dreamer with no limit to break the horizon as the destination...